Abugida adalah salah satu sistem penulisan yang menggunakan kombinasi konsonan dan vokal, di mana setiap simbol atau karakter mewakili satu suku kata yang terdiri dari konsonan utama dengan vokal yang dimodifikasi. Berbeda dengan alfabet, di mana konsonan dan vokal ditulis terpisah, dalam abugida, konsonan dasar biasanya memiliki bentuk atau tanda khusus yang menunjukkan vokal tertentu.
Contoh sistem abugida yang terkenal termasuk skrip Devanagari, yang digunakan untuk menulis bahasa Hindi dan beberapa bahasa India lainnya, serta skrip Ge’ez yang digunakan dalam bahasa Ethiopia. Keuntungan dari abugida adalah efisiensi dalam menulis, karena lebih sedikit karakter yang perlu diingat dibandingkan dengan sistem alfabet tradisional yang memisahkan huruf vokal dan konsonan.
Misalnya, dalam abugida, satu karakter dasar mewakili konsonan, tetapi jika ada vokal yang berbeda, maka bentuk atau tambahan tanda pada karakter itu berubah. Sistem ini banyak digunakan di berbagai bahasa Asia Selatan dan Asia Tenggara, seperti aksara Devanagari di India, aksara Jawa, dan aksara Bali di Indonesia.
Secara umum, berikut adalah ciri-ciri utama abugida:
- Suku kata dasar – Terdiri dari konsonan dengan vokal bawaan (misalnya, “ka” untuk konsonan “k” dengan vokal “a”).
- Modifikasi vokal – Untuk menandakan vokal yang berbeda, bentuk karakter diubah atau diberi tambahan tanda khusus.
- Tidak ada vokal mandiri – Vokal berdiri sendiri biasanya ditulis sebagai bentuk terpisah atau dengan tanda khusus.
Abugida berbeda dari abjad (alfabet) yang menuliskan konsonan dan vokal secara terpisah, serta dari abjad silabis (silabari) yang menuliskan suku kata sebagai satuan penuh tanpa modifikasi.
Abjad Jawa atau hanacaraka termasuk dalam kategori abugida. Dalam tulisan Jawa, setiap aksara dasar mewakili satu konsonan dengan vokal bawaan “a.” Jika vokal ingin diubah menjadi vokal lain (misalnya menjadi “i,” “u,” atau “e”), maka digunakan tanda diakritik atau sandhangan tertentu untuk menunjukkan perubahan tersebut.
Contohnya, aksara dasar “ꦲ” (ha) bisa ditambahi sandhangan “ꦶ” (ulu) untuk menjadi “ꦲꦶ” (hi). Ini menunjukkan bagaimana sistem abugida bekerja: konsonan dasar diberikan modifikasi untuk menyesuaikan vokalnya.
Aksara Tionghoa yang digunakan di Taiwan, yang umumnya berupa Hanzi tradisional, termasuk dalam sistem logografis, bukan abugida. Dalam sistem logografis, setiap karakter atau simbol (logogram) mewakili satu kata atau morfem (unit makna) daripada bunyi fonetik tertentu seperti vokal atau konsonan.
Dalam Hanzi, setiap karakter memiliki makna tersendiri dan sering kali tidak menunjukkan secara langsung bagaimana cara pengucapannya. Misalnya, karakter “山” berarti “gunung” dan dibaca “shān” dalam bahasa Mandarin, tetapi karakter tersebut tidak memberi petunjuk mengenai bunyi vokal atau konsonan tertentu. Sistem logografis seperti ini sangat berbeda dari abugida, karena fokusnya pada makna daripada representasi bunyi.